My Life
Rabu, 05 Juni 2013
Sabtu, 06 April 2013
SEJARAH TERBENTUKNYA NEGERI LATUHALAT
Sejarah Negeri Latuhalat, dan Marga Tuhusula di Soapapala (Waimahu)
Dahulu negeri-negeri di semenanjung Nusaniwe Pulau
Ambon berada dalam suatu persekutuan yang disebut Uli Nusaniwe. Uli ini
dipimpin oleh seorang raja bergelar Lopulalan. Selain raja
Lopulalan terdapat juga pemimimpin lain dalam Uli Nusaniwe sehingga
membentuk Pemerintahan Empat Perdana Nusaniwe dengan Uku/Soa (kampung)
yang dipimpinnya sebagai berikut :
1.Ukuhener di sekitar bukit Amanila dipimpin oleh seorang Raja dari Tuban bergelar Lopulalan
2.Ukuhuri di sekitar labuhan Namalatu dipimpin Orang Kaya dari Seram bergelar Latuhalat
3.Seilale di sekitar dataran Namasula dipimpin oleh seorang Patih dari Gorom bergelar Pattinai
4.Soapapala di sekitar tanjung Nusaniwe dipimpin seorang Kapitan dari Luhu bergelar Risakotta.
2.Ukuhuri di sekitar labuhan Namalatu dipimpin Orang Kaya dari Seram bergelar Latuhalat
3.Seilale di sekitar dataran Namasula dipimpin oleh seorang Patih dari Gorom bergelar Pattinai
4.Soapapala di sekitar tanjung Nusaniwe dipimpin seorang Kapitan dari Luhu bergelar Risakotta.
Ketika
Imperialisme barat menanamkan kekuasaanya di Ambon, kekuasan Lopulalan
sebagai penguasa Uli Nusaniwe mulai melemah dan negeri-negeri bawahannya
mulai melepaskan diri membentuk pemerintahan otonom. Negeri Seilale
melepaskan diri dan membentuk negeri Seilale dipimpin oleh Raja Loppies (nama baptis Pattinai) dengan gelar Upu Latu pattinaelai. Sedangkan Ukuhuri dan Soapapala (sekarang : Waimahu, ) membentuk suatu pemerintahan dalam negeri Latuhalat dipimpin oleh Raja Salhuteru (nama sebenarnya Latuhalat) dengan gelar Upu Latu Jorusana. Meskipun demikian Seilale dan Ukuhuri-Soapapala tetap berada dalam suatu petuanan yang lazim disebut petuanan Silalatu [Hal ini dilatarbelakangi Cerita Kenari Bongko].
Dengan terbentuknya negeri Seilale dan Latuhalat, maka negeri Nusaniwe
hanya meliputi Ukuhener ( sekarang : Airlouw), Erie dan sebuah kampung
kecil di selatan yang disebut Hatiari (=Pintu Kota) dipimpin oleh Raja de Soiza (nama baptis Lopulalan) dengan gelar Upu Latu Waihenna.
LATUHALAT, RAJA DIBAGIAN BARAT
Latuhalat (Vorst van westen, “ Raja di bagian Barat ”) adalah gelar yang dipakai oleh Upu Latu Jorusana dalam menjalankan pemerintahan pada negeri Ukuhuri - Soapapala. Nama sebenarnya raja ini adalah Lasanteru (= Tiga insan)
yang kemudian berubah menjadi Salhuteru. Nama Latuhalat pada dasarnya
mengacu pada letak negeri ini yakni pada ujung barat jazirah Leitimor.
Pada masa kejayaan negeri Nusaniwe di jazirah Leitimor, raja Latuhalat
berada dibawah pengaruh negeri ini dan hanya berkuasa sebagai orang kaya
(gelar pemimpin) pada sebuah perkampungan (uku) yang disebut Ukuhuri (= Kampung tandus). Raja Latuhalat berdiam di perbukitan sekitar pantai Namalatu yang disebut Sama Tohi.
Selama masa pemerintahannya di Ukuhuri, raja Latuhalat menjalin
hubungan kekerabatan (sejenis Pela) dengan Raja Lopulalan di negeri
Ukuhener (Nusaniwe). Ukuhuri mewakili unsur perempuan sedangkan Ukuhener
mewakili unsur lelaki [Hubungan ini terbentuk jauh sebelum adanya Pela
Latuhalat–Allang, dan Nusaniwe – Hatiwe besar]. Dengan melemahnya
kekuasaan Nusaniwe, kampung Ukuhuri dan soapapala bergabung dan
diperintah oleh raja Latuhalat. Kampung (soa) Papala sebelumnya dikuasai
oleh seorang kapitan dari Luhu bernama Lisakotta atau Risakota.
Ketenaran dan kesaktian raja Latuhalat di jazirah Leitimor pada masa itu
menyebabkan namanya sangat terkenal sehingga negeri Ukuhuri -Papala
yang dipimpinnnya sering disebut sebagai Negeri Latuhalat. Raja
Latuhalat selanjutnya menggunakan nama sebenarnya, Salhuteru dalam
menjalankan pemerintahannya. Raja pertama di negeri Latuhalat adalah Pautuselang Salhuteru kemudian diganti oleh putranya Pattikiring Salhuteru. Selanjutnya Raja yang ketiga adalah Latumanona Salhuteru. Dalam masa pemerintahannya, Salhuteru dibantu oleh dewan saniri negeri.
Pela antara negeri Latuhalat dan Negeri Alang
PELA ANTARA LATUHALAT DAN ALANG
Pela diantara Negeri Latuhalat dan Negeri Alang , ini satu pela yang
tertua diseluruh Maluku ; sebab pela ini terjadi sebelum orang2 Portogal
dan Belanda menduduki Maluku ; selagi Maluku ada dibawah keperintahan
Hindu2.
Pada satu ketika ada seorang anak keturunan Bangsawan
dari Negeri Alang , yang bernama Huwae Lili Tupa berjalan dengan orang
pengikutnya berburu atau menyumpit burung dan bertamasyah di sekitar
pulau Ambon.
Tiba-tiba anak Bangsawan Alang itu sampai ke
Latuhalat , dan berjalan dipesisir pantai Malulang ; pada ketika itu
anak Bangsawan Alang atau Huwae Lili Tupa ini , melihat ada seorang anak
gadis yang cantik lagi elok parasnya ; sehingga anak Bangsawan ini
menaruh kecintaan terhadap anak gadis tersebut.
Sesudah anak
Bangsawan ini pulang ( kembali ke Alang ) maka ia disambut oleh ibu dan
bapaknya sambil menanya apa hasilnya dalam perburuhannya dan apa yang ia
dapat dalam perjalanannya itu. Maka anak Bangsawan itu , memberitahukan
kepada ibu dan bapanya ; bahwa ia telah melihat seorang anak gadis yang
cantik dan elok parasnya : di negeri Latuhalat sambil ia bermohon ;
supaya ibu dan bapanya mau datang ke Latuhalat , meminangkan anak gadis
itu untuk menjadi istrinya yang chats.
Ketika ibu dan bapak anak
Bangsawan itu , mendengar permintaan anaknya mereka , maka ibu dan bapak
bersetujuh untuk datang ke Latuhalat mintah anak gadis itu untuk
menjadi isteri bagi anaknya. Tidak lama lagi ibu dan bapaknya
menghimpunkan segala segala kaum keluarganya serta orang2 Bangsawan
Alang sambil memberi tahuka maksud dan tujuhan dari anak tersebut bagi
mereka ; setelah kaum keluarga dan Bangsawan -bangsawan Alang mendengar
maksud dan tujuhan dari anak itu maka mereka bersetujuh dengan maksud
dari anak itu.
Dengan tidak lama lagi , maka datanglah ibu dan
bapanya dengan beberapa orang2 Bangsawan Alang untuk bertemu dengan
orang tua dari anak gadis itu ; setelah kabar ini di dengar oleh orang
tuanya anak gadis itu , maka sebentar juga mereka memanggil orang
Bangsawan Latuhalat berkumpul dirumah anak gadis itu untuk menantikan
tamu Agung itu. Setelah orang tua dari anak Bangsawan dan orang2
Bangsawan Alang tibah di Malulang dirumah anak gadis itu , maka mereka
bersalam-salaman satu dengan yang lain , sebagai Adat Istiadat yang
dipakai di Maluku ; sesudah itu tamu Agung tersebut , disalahkan masuk ;
seraya diberi tempat duduk bagi masing-masing tetamunya.
Sesudah
mereka duduk . maka mereka diberi keluasan untuk memberitahukan maksud
dan tujuhan ; kedatangan mereka itu , untuk didengan oleh orang tua dari
anak gadis itu ,beserta orang2 Bangsawan Latuhalat tersebut. Maka
mulailah mereka sampai maksud dan tujuhan mereka bahwa kedatangan mereka
itu tidak lain dan tidak bukan hanya untuk meminang anak gadis itu ,
untuk menjadi isteri dari ananknya yang bernama HUWAE LILI TUPA ;
setelah sudah ibu dan bapa anak gadis iru dengar ; beserta Bangsawan 2
yang ada disitu ; maka mereka mengambulkan permintaan ibu , bapa dan
orang2 Bangsawan Alang tersebut . Sesudahnya mereka menerima permintah
dari orang tua2 dan orang2 Bangsawan Alang itu , maka ditentukan hari
perkawinan kedua anak itu yang akan dilangsungnya.
Sesudah
selesai segala perundingannya diantara orang2 tua2 dam orang Bangsawan2
dari kedua belah fihak , maka orang tua dan orang2 Bangsawan Alang itu ,
bermohon untuk mereka undurkan diri dan kembali ke Alang ;permintaan
ini diterima oleh orang tua anak gadis tersebut berserta orang2
Bangsawan yang hadir disitu.
Sepeninggalnya tamu2 agung itu ,
maka moyang Sakti Tawan mencurahkan perasahannya bagi orang tua anak
gadis itu dan orang2 yang berada disitu ; bahwa moyang Sakti Tawan
enggang hatinya untuk berikan anak gadis itu untuk menjadi isteri dari
anak Bangsawan Alang. Serta didengar oleh orang tua dari anak gadis itu
serta orang2 Bangsawan tersebut , maka mereka merasa malu kepada orang
tua dan Bangsawan2 Alang ; lalu moyang Sakti Tawan menyampaikan
maksudnya : "Bahwa ia bermaksud untuk buat satu patung ( boneka ) yang
sepadam dan serupa dengan anak gadis itu ; untuk diserahkan menjadi
isteri dari anak Bangsawan Alang ( Huwae Llili Tupa ) tersebut ":
Sesudah
mereka mendengar maksud dari moyang Sakti Tawan ini , maka mereka
bersetujuh; setelah moyang Skati Tawan mendengar yang merea bersetujuh
dengan maksudya maka moyang Sakti Tawan telah memberi perintah kepada
hamba2nya pergi tebang sebatang pohon sagu yang ada didalam dusun
Waaipuang ; lalu belah batang sagu itu dan ambil isi batang sagu itu
yang di bilang Meor ; bawah datang kepada moyang Sakti Tawan.
Ketika
hamba2nya membawa isi batang sagu itu datang dan diserahkan kepada
moyang Sakti Tawan , maka mulailah moyang Sakti Tawan ukirkan hati
batang sagu itu sehingga serupa dan sepadam dengan anak gadis tersebut.
Patung ( boneka ) itu bisa berjalan bisa duduk minim rokok bisa bikin
muka tersenyum ; tetapi tidah bisa bicara.
Sekarang moyang Sakti
Tawan memerintah hamba2nya lagi untuk pergi potong kayu2 untuk dibuat
satu Arangbai supaya manakala datangnya hari yang sudah ditentukan untuk
anak gadis itu harus keluar dari Latuhalat datang ke Alang , maka
Patung ( boneka ) itu harus naik di Arangbai yang dibuat oleh moyang
Sakti Tawan itu.Sesudah Patung dan Arangbai itu sudah selesai . maka ada
salah seorang bertanya moyang Sakti Tawan begini: " Apa Upu punya
Arangbai itu sudah betul ?lalu moyang Sakti Tawan periksa Arangbai itu
lagi ; maka moyang Sakti Tawan lihat ada kurang satu lolang dinunas
bahagian belakang : terus moyang Sakti Tawan bilang buat itu orang ,
bahwa mulai dari hari ini Upu dan turunan Upu bernama SOPLANTILA yang
artinya Mata Suanggi " :.
Setelah tibah waktu dan harinya untuk
datang dalam nikahnya ; maka datanglah orang tua dari anak Bangsawan
Alang yang diiring oleh berapa orang Bangsawan datang dengan Arangbai ke
Latuhalat dan singga di pelabuhan Malulang tempat kediaman anak gadis
itu.
Sesudah mereka sampai di Malulang , maka mereka disambut
oleh orang tua daru gadis tersebut , dengan beberapa orang Bangsawan
juga ; dengan riu rendah sebagai kebiasan ; menurut ada istiadat dari
tiap2 negeri di Maluku. Sesudah itu , Arangbai yang disediah untuk anak
gadis itupun telah telah tersediah dengan orang2 yang harus menghentar
anak gadis itu datang ke Alang ; dan sebelum mereka bermohon untuk
kembali ke Alang , maka moyang Sakti Tawan telah menungjuk seorang
dayang yang kena di percayai duduk bersama-sama dengan gadis itu didalam
Ten dari Arangbai itu ; sambil moyang Sakti Tawan telah memberi
perintah bagu dayang itu begini :" Bahwa jikalau mereka sudah sampai di
tanjung yang bernama Hattu dan lihat kalau patung ( boneka ) itu tunduk
mukanya kedalam laut , maka dayang itu harus angkat dari pantat Patung
itu buang kedalam air jangan tinggal sampai datang ke Alang": .
Kebetulan
sesampai mereka di tanjung Nama Hattu itu , maka dengan segra Patung (
boneka ) itu tunduk mukanya kedalam air laut ; pada ketika itu juga
dayang itu mengerjakanperintah dari moyang Sakti Tawan itu , terus
Patung ( boneka ) itu jatuh kedalam laut dan tenggelam ; lalu dayang itu
berteriak dengan suara yang keras dan terkejut , bahwa tuan Puteri
sudah tenggelam ; ketika anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) ini
mendengar yang isterinya telah tenggelam , maka dengan tidak ragu-ragu
lagi ia terjun dirinya untuk menolong isterinya itu.
Tetapi sayang
dibalik sayang ; bahwa ia tidak mendapat isterinya yang tenggelamg itu ;
melainkan tubuh anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) itu telah berobah
menjadi Buaya.
Sedang pada waktu itu yag sama itu juga , anak
gadis yang bersembunyikan dirinya diatas solder di Malulangpun tubuhnya
berobah menjadi Buaya tembaga yang ada sampai pada saat ini didalam Mata
Rumah yang sekarang pakai Fam Lekatompessy.
Sesudah tiga hari
lamanya baharu Patung ( boneka ) itu terdampar dimuka pelabuhan LELIBOY .
Ketika orang Leliboy mendapat Patung ( boneka ) itu ; lalu orang
Leliboy bilang begini :" Bahwa Alang mata buta kawin MEOR disangka
orang.
Dengan keadaan yang terjadi ini , maka datanglah orang tua
orang2 Bangsawan Alang ke Latuhalat untuk mengangkat satu perjanjian
persaudaraan yang dibilang Pela antara NEGERI LATUHALAT dan NEGERI
ALANG.
Dengan perjanjian-perjanjian seperti berikut:" Segala
anak2 cucu dari Alang dan Latuhalat mau masuk dan keluar tidak boleh
kawin mengawin satu dengan yang lain ; siapa anak2cucu yang melanggar
perjanjian ini , ia akan mati ; jikalau anak laki2 yang langgar
perjanjian ini , mau dari Latuhalat maupun dari Alang dan dia harus
mati.
Pela antara Alang dan Latuhalat ini terjadi sebelum
Lekatompessy memakai nama Lekatompessy melainkan ada memakai nama
Latumeten ; sebab ini ada adik yang bungsu dari moyang Sakti Tawan ,
Pela ini terjadi kira2 pada tahun 1356 sebelum Portogal dan Belanda
menduduki Maluku ; oleh sebab itu dibilang Latumeten tukang dan
Lekatompessy pariaman . Inilah ada hikayat dari Pela Alang dan Latuhalat
.
Langganan:
Postingan (Atom)